"apa yang membuatmu berpikir kau paling benar?"
"karena akulah yang paling benar"

...

gelap.

gelap.

hal pertama yang di lihatnya ketika terbangun adalah horizon gelap yang bertabur titik cahaya.

"uuhhh...." pemuda itu terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya. "dimana ini?" dia penasaran.

terdengar suara langkah kaki menuju ke tempatnya. "hai apa yang kau lakukan di padang rumput halaman ku?" pemuda itu sebaya dengan nya memiliki rambut biru yang di anggapnya aneh. "....tidak tau.... aku tidak bisa ingat apa-apa"

EZTERIAL
hanya 1 kata ini yang bisa ia ingat.
semua ingatannya pudar... dia tidak ingat siapa dirinya, dari mana asalnya atau makhluk apa dia.

"EZTRERIAL", katanya. "apa itu ester...???" pemuda itu kebingungan, "tidak tau... aku hanya ingat itu saja."jawabnya.
pemuda itu akhirnya sadar kalau mereka belum berkenalan. "oh ya, namaku Ravine, aku adalah anak pemilik padang rumput ini, disama rumah ku" dia menunjuk ke arah rumah yang cukup dekat dr sana. "siapa namamu?"
pemuda itu menggeleng "aku tidak ingat". "hm... bagaimana kalau kau ku beri nama saja? eh maksudku agar aku bisa memanggil mu... bagaiamana dengan.... Altair, nama mu Altair D. Aquila" ravine memberikan nya nama sesuai seleranya.
"Altair D. Aquila...?" dia berpikir sejenak dan akhrnya mengangguk menyetujuinya.
"baiklah Altair, mari ikut kerumah ku, sepertinya kau lapar" Ravine mengajak masuk ke rumahnya.


Rumah yang sederhana, dengan 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi serta gudang yang tidak terpakai lagi. di sana terdapat seorang gadis yang kelihatannya lebih muda sedikit darinya.

gadis itu tersenyum padanya dan menyapa "hai... kudengar dari kaka katanya kamu kehilangan ingatan dan tidak tau bagaiman bisa ada di halaman rumah ya?". Altair merasa bingung karena tidak ada yang menceritakan kondisinya terhadap gadis ini tapi dia sudah tau apa yang terjadi padanya sebelum itu.
rasa penasaran Altair di ketahui oleh ravine dan akhirnya dia menjelaskannya.
"dia adik perempuan ku, Ayako, dia dan aku bisa berkomunikasi dari jarak jauh dengan menggunakan telepathy"
telepathy, kemampuan berkomunikasi langsung kedalam pikiran seseorang dengan mengirim gelombang pikiran ke dalam otak si target.

"tidak mungkin.... aku tidak percaya kalian bisa telepathy" Altair menyangkal pernyataan temannya itu, ia mengira telepathy hanya bisa di lakukan orang-orang seperti dia. orang-orang seperti dia? tapi dia bahkan tidak tau siapa dirinya, dia hanya merasa bahwa telepathy adalah suatu hal yang sudah tidak asing lagi baginya.
"kami mendapatkan kekuatan telepathy ini ketika orang tua kami meninggal dunia, aku harus melindungi Aya jadi kami harus selalu bisa berkomunikasi".
"sejak ayah dan ibu meninggal.. aku shock berat, dan sepertinya hubungan erat dengan kakaku membuat ku mendapatkan kemampuan mengirim gelombang otak ke kakak, tentu saja itu hasil dari shock ku juga" Aya menambahkan penjelasan kakaknya.
"baiklah... ini sudah malam, sudah saatnya tidur, Al, kau tidur di kamar itu denganku, Aya, tidak apa-apa kan tidur sendiri?" Ravine terlihat perhatian terhadap adiknya. "iya kak" menyanggupinya.

--

benci.
Rasa benci.
"tidaakkkkk.....!!"
Rasa benci yang membara.
"******!! apa yang kau lakukan?!"
Rasa bersalah yang menusuk.

di tengah-tengah mayat yang begitu banyak Ia melihat sosok seseorang yang tersenyum kepadanya.
ini mimpi.
ini mimpi.

Ia terbangun dari tidurnya, dan dia merasakan ada seseorang disampimg nya, "eh... sudah bangun ya? padahal tadinya baru mau ku bangunkan" ternyata yang ada sampingnya adalah Ayako, gadis itu duduk disamping dengan membawakan semangkuk bubur untuk sarapan pagi
"bagaimana perasaan mu? apa kau merasa homesick? ini kan bukan rumah mu" Aya menanyakan kondisinya sambil menaruh bubur itu di meja. "aku baik-baik saja, dimana Ravine?" Ia tidak melihat Ravine dimanapun.
"kakak sudah pergi, dia harus berjualan, kakak adalah seorang pedaganng ia punya cita-cita ingin menjadi pedangang yang berkiling dunia.. ahahah" sepertinya Aya menganggap cita-cita kakaknya seperti main-main saja.
"Aya, antarkan aku ke sana, aku ingin membantu Ravine" akhirnya mereka pergi ke pasar dan bertemu dengan Ravine, disana ia melihat Ravine sedang berbicara dengan seseorang yang kelihatannya memaksa.

                                                                       NEXT CHAPTER

“hei! Kemana saja kalian?? Dr td di cariin...”Vega berteriak sambil berlari ke arah temannya, mereka adalah Rigel, Capella, Cygnus, dan Virgo. Mereka berempat sedang berdiri di bawah pohon rambutan yang besar sambil berbincang-bincang. “wah ada vega!” Rigel si perusuh menyambutnya. “kita ga dari mana-mana kok” Capella menambahkan. “yuk mari kita jalan aja ke tempatnya Altair”. Akhirnya mereka semua pun berjalan menuju tempat temannya itu.
----
di tengah-tengah jalan, Cygnus merasa kelelahan, padahal ini malam hari baisanya dia bisa lari keliling lapangan basket sampai 5x tp akhirnya mereka memutuskan untuk istirahat. “hei hei.... aku punya cerita serem nih” Virgo si gadis liar membuka percakapan. “what’s that??” tanya Rigel, “ini cerita tentang seseorang yang selalu hidup di dunia mimpinya” “maksudmu apa ???” tanya vega. “jadi dia tidak pernah mengakui kalau dunia nyata itu adalah kenyataan dan akhirnya dia hanya mengakui kalau dunia mimpi lah yang nyata, akibatnya dia tidak banyak melakukan hal di dunia nyata” jelas Virgo. “jadi dia tukang tidur kaya Capella?” Cygnus bertanya. “yup!” jawab Vrigo sambil memnium es yang dia beli, di sisi lain capella memasang tampang menyebalkan karena di samakan dengan orang yang tidak berguna. “lalu apa ceritanya??” cygnus penasaran. Akhirnya Virgo menceritakannya
----

dulu ada seseorang yang bernama Arki tuanada seorang pemuda yang berfisik sehat namun sayang ia malah lebih gemar tidur. Pada suatu hari Arki mengalami mimpi buruk, dalam mimpinya iya sedang berjalan di sebuah komplek perumahan yang tidak di kenal bersama seorang teman yang ia tidak tau siapa, pada saat itu jalanan sudah sepi dan si teman itu tiba-tiba saja mengeluh kakinya kesakitan, Arki pun membantunya berdiri dan saat itu ada seorang lain yang menawarkan bantuan kepada mereka, dengan senang hati Arki menerimanya. Mereka akhirnya berjalan menuju sebuah rumah sakit, dalam rumah sakit itu terdapat pasien yang aneh, wajahnya mengerikan dengan pipi yang berlubang, mata yang hampir copot dr tempatnya. Dan tangan yang sudah tinggal 1. Tapi mereka tidak menghiraukan itu dan tetap masuk menuju ke rurang dokter, sesampai dsana Arki akhirnya sadar kalau temannya sudah tidak ada disampingnya, lalu dokter bertanya, “apa yang kau ingin berika?” Arki tidak mengerti apa maksud dokter itu dan dia bergegas mencari temannya, hingga akhirnya dia mendengar suara temannya disuatu aula besar dengan kaca besar yang terdapat di dalam aula itu.

disana Arki melihat ada bayangannya di balik cermin itu, lalu, bayangannya tersenyum “apakah kau bosan hidup di dunia nyata?” bayangan Arki mengulurkan tangannya dan tanpa sadar Arki pun menggapai tangan itu dan akhirnya dia di tarik oleh bayangannya yang sebenernya adalah temannya sendiri, dia adalah Reka, seorang temannya yang sudah meniggal 2 tahun lalu.
sejak saat itu, Arki berkelakuan beda dari biasanya, dan pada saat orang memanggil namanya, ia seirng tidak menyahut... karena.... yang ada dalam tubuhnya adalah Reka, sedangkan Arki terjebak di dunia lain selamanya dengan rasa lapar, haus, dan ketakutan yang tak akan hilang selamanya
----
“tadaaaa!!! Begitulah ceritanya!” Virgo menyelesaikan ceritanya sambil memasang pose victory. “ah ga serem kok, lagian kan ga mungkin itu terjadi pada kita” sahut Rigel dan yang lainnya menyetujui. Akhirnya mereka berangkat menuju ke rumah Altair dan sampai disana mereka saling berbincang-bincang.... “hei aku tau! Bagaimana kalau kita buat lomba eliminasi, yang kalah akan menajdi juru foto untuk yang menang, tapi yang kalah nantinya tidak akan muncul lagi” dan akhirnya mereka membuat lomba memfoto benda-benda dan di menangkan oleh Rigel lalu Altair mengatakan sesuatu yang aneh “yuk kita foto2 untuk yang terkahir kalinya” dan akhirnya mereka semua berfoto-fot ria dengan Rigel sebagai juru fotonya.

ke esokan harinya mereka semua berkumpul lagi di sebuah taman di dekat rumah Virgo. “oi! Kali ini si Altair telat tuh!” Vega berteriak bermaksud mengejek Altair. “hahahah biarkan” balasnya. Setelah semua berkumpul, mereka akhirnya melihat2 foto yang kemarin, dah ternyata hasilnya bagus, hanya saja Saat itu Rigel tidak datang dan mereka semua penasaran kenapa Rigel tidak muncul. Akhirnya mereka semua pergi ke lokasi rumah Rigel dan bertanya pada ibunya apakah Rigel ada dirumah, tapi si ibu malah menjawab bahwa dirumahnya tidak ada yang bernama Rigel. Mereka semua heran sampai akhirnya Altair berbicara “teman-teman.... Rigel sudah tidak ada lagi di dunia ini.... dia sudah mati, dan existensinya sudah lenyap...” mereka semua bingung. “ingat permainan yang kita mainkan semalam?” mereka semua mengingatnya yaitu lomba memfoto terbagus dan yang kalah akan jadi juru foto lalu mereka merasa aneh :

1. Kenapa malah Rigel sang pemenang yang menajdi juru foto?
2. Kenapa Altair berkata foto yang terkahir?

Setelah itu, Altair menunjukkan sebuah foto, foto dimana mereka semua berada di dalamnya dan juga terdapat Rigel di ujung kiri foto, dengan wajah penuh kengerian, kesakitan dan kelaparan
akhirnya mereka semua sadar kalau Rigel tidak “mati” melainkan “di seret” ke sebuah dunia dimana dia seharusnya tidak berada.
tapi Altair menjelaskan lagi “Rigel pernah berkata, dia ingin sekali masuk kedalam dunia foto karena dunia itu statis, dan dia bisa hidup tanpa harus melakukan apapun, lalu dia berharap bisa memasukinya”
Rigel berhasil masuk ke dalam dunia itu, dunia dimana dia tidak bisa bergerak namun hidup, dia kelaparan namun tidak bisa makan, dia kehausan namun dia tidak bisa minum, dia merasakan kengerian namun dia tidak bisa berteriak atau menutup matanya, dunia statis yang penuh dengan kengerian dan selamanya tidak akan bisa bergerak.....

Perhaps more than any other shooter series this console generation, Insomniac's PS3-exclusive Resistance games have best captured the desperation of war. The series has never been about jingoistic glorification of patriotism. It's never really been interested in pumping you up for a battle. This war has always been about the fate of the entire world and the brave men and women that will stop at nothing to try and save it. Most shooters overlook the human element of the story but Resistance puts these characters front and center. There is something deeply moving about a game where that kind of responsibility is in the main character's hands. This is particularly true of the latest entry in the series, Resistance 3.

War is horrifying in any context but it's particularly bleak here; it's safe to say that things are looking pretty dire for the human race when the third game kicks off. It's been four years since the events of Resistance 2 and the once thriving human war effort has dwindled down to almost nothing, with pockets of humanity still struggling to fend off the Chimera. This alien menace has begun terraforming the planet to be more like their icy homeworld and, with the appearance of an ominous worm-hole opening up in the skies over New York City, it's starting to look like Earth is well and truly lost.



Enter Joseph Capelli. He's a family man living in Haven, Oklahoma, who is propositioned by series stalwart Dr. Malikov to escort him to New York in a last-ditch effort to close the worm-hole before it's too late. Capelli doesn't want to leave his wife and infant son and at first refuses Dr. Malikov's request, but eventually changes his mind when he realizes this may be the only shot his son has at living a normal life. It's a surprisingly touching moment when Capelli is forced to say goodbye to his loved ones and, as he clings to his son's little mitten for the rest of the campaign, you really do feel his sadness.

Right off the bat, Resistance 3 controls wonderfully. There's a quick and powerful feel to the guns; each one is sharp and accurate and packs a hell of a wallop. The shooting mechanics are tight and responsive, ensuring you're equipped to deal with the many moments you'll be outnumbered by dozens-upon-dozens of feral Chimera, just itching to rip you apart. And yes, this happens a lot.


Move functionality has also been included for Resistance 3, though this control method isn't quite as finely tuned. Firing from the hip is effective but the noticeable lag between your motions and the actions on screen make aiming down the crosshairs incredibly sluggish, even with the sensitivity all the way up. It just doesn't cut it in the heat of an intense battle where you'll want every advantage you can get.

Luckily, you're never without an arsenal of awesome weapons and, in keeping with the high standard set by the previous games, Resistance 3's guns give you free rein to kill creatively. Old favorites like the Auger and Bullseye are back, only now each weapon automatically levels up the more you use it, unlocking upgrades like incendiary ammo on the fly. There are also a few new weapons, such as the 'Mutator', which causes enemies to rapidly grow boils that swell up and explode. You can even get your hands on the Chimera's own 'Deadeye' sniper rifle.

Every kill in Resistance 3 is exceedingly satisfying - not only because of the first class arsenal and tight controls, but also because each time you take a Chimera down, it lets out an explosive death growl that tells you it's expired.


In terms of tone, Insomniac has really amped up the gut-wrenching terror for Resistance 3. This is the darkest and most violent game in the series, and almost the entire second act of the game will have you on the edge of your seat. The Chimera are meaner than ever here. One particular scene shows a screaming man having his head ripped-off by one of the ruthless alien invaders, upping the ante when it comes to gore in the franchise. Creepy environments like mines, caves, sewers and even a prison are also not for the faint-hearted. It's a spine-chilling experience, and if you play this game alone at night, you'll likely go from explosive growls to explosive bowels.

It's here! And by "here!" we mean "nearly here!" After much rumour and speculation, Sony has announced that the new PSP - formerly codenamed NGP for Next Generation Portable - will be called the PlayStation Vita.
So what are the PlayStation Vita specs, when will the UK release date be and how much will it cost?
PS Vita UK price will start at £229.99
The UK pre-order price for the Sony PlayStation Vita has been revealed, with both Play and Game offering the handheld for £279.99 (3G) and £229.99 (Wi-Fi). The handheld appears to be $299 in the US.
As the more eagle-eyed of you will notice, this is a near like-for-like dollar and pounds pricing strategy, something us in the UK are unfortunately getting used to now.
There was originally a credible previously rumoured pricing. Given that the Wi-Fi only version of the new PlayStation Vita would be $249 in the US and €249 in Europe, an unnamed source told CVG that the UK price will be "in the region of £235". However, this would now appear to be untrue.
PlayStation Vita UK release date will NOT be before Christmas
Nobody expected Sony to miss the all-important Christmas shopping period, but it looks like it's going to. While the release date was originally planned for October 2011 (aflyer from Blockbuster put the PS Vita release dateat 28 October), Sony has now said that the PlayStation Vita UK release date has been pushed to 2012 - boo!
On 14 September 2011, the PlayStation Vita was given a release date of 17 December in Japan, with a promised 26 games at launch and 100 in an unspecified 'launch window'.
PlayStation Vita will come in two versions
In addition to the Wi-Fi only version, which does 802.11b, g and n, the PS Vita will also be available with integrated 3G. This will cost slightly more money.
The PlayStation Vita specifications are pretty tasty
The PSP's replacement has a five-inch, 16 million colour 960x544 OLED touchscreen, twin cameras, twin speakers, two turntables and a microphone. We're lying about the turntables.
You also get twin analogue sticks and a ridiculously powerful quad-core processor based on the ARM Cortex A9, the same kind of processor you'll find in many top-end tablets. Expect four to five hours of battery life.

Set in a nearby future, Brink attempts to do something different with multiplayer gaming by focusing on free-running and parkour. With some good ideas, Brink borders on fun, but its repetition and lack of depth keep it from being a real contender.

Brink is set atop a floating city called The Ark that has been isolated for over twenty years. A bastion for surviving humans, the Ark is split into two zones, one guarded by security forces, the other by rebels. Brink immediately asks you to choose a side, but, you can take your persistent character through both sides of the bland story, making it pointless. In fact, during character creation, the only permanent choice is a character's facial appearance and their tattoos. Beyond that, you can change your size, look, weapons, class, and faction on a whim. This makes starting multiple characters almost irrelevant, except that experience maxes out at level 20.


There are four classes in Brink, but there's a disappointing lack of definition between them. Due to the nature of Brink's maps, classes require constant changing. One objective might need repairs from an Engineer, while another might have a Medic heal a VIP. But classes don't really play differently. I was often confused when I couldn't drop a turret only to remember I was a Soldier, a class with a different set of skills. There's not much of a chance to pick and master a favorite class.

Brink's one shining aspect is SMART (Smooth Movement Across Random Terrain). Using SMART, holding a single button lets you navigate up walls, over obstacles, and through the game world. Depending on your body size, you can do more or less with movement, but overall this finesse is fantastic. Nothing in Brink feels quite as good as sliding under gunfire into someone, taking them out with a shotgun.
However, it's easy to forget which size your character is in first-person perspective, as movement abilities don't change dramatically. While the Large size allows miniguns and shotguns, they still move only slightly slower than the Medium size. Only Small characters can really burst through levels, leaping off of walls and finding clever passageways.

Brink offers 50 skills to unlock, but only 20 are assigned to a specific character. While some high-level skills can really augment how the game is played, such as the Cortex Bomb or firing while incapacitated, a first level player can generally compete with a twentieth level player if they know FPS games. No skill choice is set in stone, so the ability to reassign points at any given time is available.

Brink gives experience upon completing objectives, killing enemies, and helping the team. There is no incentive to become a lone wolf -- there are more points for reviving a teammate than going it alone. Brink's lack of stat tracking is glaring, though. As of this writing, the "Online Stats" option is grayed-out in the menu.


You can jump sides at any point outside of a mission, and even general multiplayer just presents the same set of missions, shuffled like a deck of cards. Cut-scenes vaguely indicate a reason to fight. Each faction has a leader and a goal, but neither is very interesting, and the player merely shows up as a background character as other NPCs discuss mission plans and story details.

There are eight maps in Brink, and depending on the faction, the goals are slightly different. Teams either place explosives, hack devices, escort a VIP, or operate machinery on one side, or simply do the opposite for the other faction. Unfortunately, there are only so many ways to tackle these same objectives time and time again on a small number of maps.

Brink's objectives are repetitive, but the level design is better. Because different sizes of characters allow access to different areas, discovering the full breadth of a map will take quite a while. But again, since objective locations never change, I realized there are a finite number of ways to get things done, and grew weary of certain maps. With a game dedicated to the online experience, there truly needs to be more content in this department.


Time plays a huge factor in every match of Brink. While a bomb timer makes sense, there are some truly odd design choices based on an arbitrary ticking clock. For example, when one team needs to save a VIP, the other team's job is to stop them. But when downing the VIP, the team must guard the body lying on the ground for up to ten minutes, just keeping the enemy at bay and waiting for the clock to run out like it's the end of their shift. The waiting is frustrating, especially when dominating a match or if stuck helplessly battling a talented team.

At least the visual design of the overall package looks cool. Brink's elongated characters have a style all their own and leveling up unlocks new clothing options. In the menus, the solid character models and appearance choices look fantastic. Characters also appear cleanly in both cut-scenes and in-game, but throughout the game the backgrounds don't hold up to the characters. Certain textures delay while loading, so they pop into focus throughout playing. The walls and ground look bland up close, but this version does not suffer from the murky overtones of its Xbox counterpart.

Modem yang satu ini adalah modem yang paling digemari, apalagi baru-baru ini telah muncul slogannya yaitu "i hate slow". yah, tapi ngomongin masalah kualitasnya, Tak sedikit pengguna modem ini yang mengeluh tentang kecepatan koneksi internetnya. Terbukti di discussion board smartfren difacebook hampir semua dipenuhi dengan keluhan.


Well, langsung aja tutorialnya, kali ini ane akan memperkenalkan suatu software yaitu namebench. fungsinya yaitu untuk mencari DNS terbaik untuk modem agan agar koneksinya bisa dimaksimalkan.

http://code.google.com/p/namebench/

Setelah selesai downloadnya, silahkan instal softwarenya, terus jalankan (start benchmark). setelah dijalankan tunggu sampai selesai jangan dicancel atau di close.
karena softwarenya sedang mencari DNS terbaik untuk modem agan. setelah selesai nanti akan diberi IP primary server dan secondary server.

untuk koneksi smart EVDO, masuk ke options, terus centang pada pilihan USE DNS, kalo udah, masukan kedua IP tersebut. masukan IP primary server sebagai DNS dan secondary server sebagai Alternate DNS.

Sebuah bintang neutron yang memiliki medan magnet yang kuat mengancam teori evolusi bintang dan kelahiran lubang hitam (black hole).

Magnetar ini terletak di klaster bintang-bintang, Westerlund 1 yang jaraknya 16.000 tahun cahaya dari Bumi, tepatnya di rasi Ara, Altar.

Westerlund 1 ditemukan pada tahun 1961 oleh astronom Swedia. Westerlund 1 adalah salah satu klaster bintang terbesar di galaksi Bima Sakti -- terdiri dari ratusan bintang yang sangat besar -- di antaranya bersinar dengan kecemerlangan hampir sejuta kali Matahari. Beberapa bintang bahkan berukuran 2.000 kali diameter Sang Surya.

Dalam standar alam semesta, klaster ini masih berusia sangat muda. Bintang-bintang itu lahir dalam sebuah peristiwa tunggal, sekitar 3,5 juta hingga 5 juta tahun lalu.

Westerlund 1 adalah sisa-sisa beberapa magnetar galaksi -- jenis tertentu dari bintang neutron yang terbentuk dari ledakan supernova -- yang dapat menggunakan sejuta medan magnet, miliaran kali lebih kuat daripada Bumi.

Bintang Westerlund yang akhirnya menjadi magnetar tentunya memiliki setidaknya 40 kali massa Matahari. Demikian menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Astronomy and Astrophysics.

Sejumlah pertanyaan lantas muncul. Asumsi utama yang berkembang adalah bahwa bintang di antara 10 dan 25 massa Matahari akan membentuk bintang neutron.

Sementara, bintang di atas 25 kali massa Matahari akan menghasilkan lubang hitam (black hole) -- monster gravitasi yang terbentuk saat sebuah bintang sekarat, lalu kolaps ke dalam dirinya sendiri.

Menurut asumsi itu, induk magnetar seharusnya telah menjadi lubang hitam -- karena ukurannya yang besar.

Namun menurut ilmuwan, ada alternatif lain. Bahwa bintang 'meramping' ke massa yang lebih rendah, memungkinkan dia menjadi bintang neutron.

Bagaimana itu terjadi? Jawabannya, kata laporan itu, terletak dalam dalam binary system: bintang yang menjadi magnetar lahir beserta pendamping bintang yang lain.

Saat berkembang, keduanya mulai berinteraksi, seperti kembaran yang jahat -- bintang pendamping itu mencuri massa dari leluhurnya. Hingga akhirnya leluhur bintang meledak menjadi supernova.

Menurut teori, pasangan ini terpisah oleh ledakan dan kedua bintang terlontar keluar dari klaster, hanya meninggalkan sisa-sisa pijar yang magnetar.

"Jika benar, ini menunjukkan bahwa sistem biner mungkin memainkan peran kunci dalam evolusi bintang," kata Simon Clark, yang memimpin tim.

Para ilmuwan menggunakan Teleskop di Observatorium Eropa Selatan di Paranal, Chile, untuk membuat pengamatan.

Sistem biner ini bisa dikatakan sebagai "rencana diet kosmis '' untuk bintang kelas berat, yang bisa kehilangan lebih dari 95 persen dari massa awal mereka," katanya.

Deja Vu is a phenomena that makes you feel like "i've been here before" or "I've done it before" or so... do you really think it's just coincidence? or just a mere phsycological occurance? well maybe that's right

but I have my own theory about it, it's linked to john titor's parallel worlds theory where there are many worlds beside our world now, since possibilities is infinite in this world, everything could happen everytime, everywhere and thus another world proceeds with different thing happens.

example when you're about to go to mall then a friend called you and told you to come to his place instead, the world starts to branches with 2 possibilities whether you come to her place or keep going to mall, the world will proceed with one of those event. while you keep moving on there may be events that occur on the alpha world line (let's call it the world where you go to mall) and the beta world line (when you go to your buddy's house) that take the same place, maybe you bought something very memorable on the mall in alpha world line then in beta world line you did the same thing and that's makes your memory transport into dimensional level transportation into "you" in the beta world line and makes you feel "I've done it before".