Kamis, 29 Desember 2011 di 23.21 Diposting oleh Guilty Class ZERO 1 Comment



"apa yang membuatmu berpikir kau paling benar?"
"karena akulah yang paling benar"

...

gelap.

gelap.

hal pertama yang di lihatnya ketika terbangun adalah horizon gelap yang bertabur titik cahaya.

"uuhhh...." pemuda itu terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya. "dimana ini?" dia penasaran.

terdengar suara langkah kaki menuju ke tempatnya. "hai apa yang kau lakukan di padang rumput halaman ku?" pemuda itu sebaya dengan nya memiliki rambut biru yang di anggapnya aneh. "....tidak tau.... aku tidak bisa ingat apa-apa"

EZTERIAL
hanya 1 kata ini yang bisa ia ingat.
semua ingatannya pudar... dia tidak ingat siapa dirinya, dari mana asalnya atau makhluk apa dia.

"EZTRERIAL", katanya. "apa itu ester...???" pemuda itu kebingungan, "tidak tau... aku hanya ingat itu saja."jawabnya.
pemuda itu akhirnya sadar kalau mereka belum berkenalan. "oh ya, namaku Ravine, aku adalah anak pemilik padang rumput ini, disama rumah ku" dia menunjuk ke arah rumah yang cukup dekat dr sana. "siapa namamu?"
pemuda itu menggeleng "aku tidak ingat". "hm... bagaimana kalau kau ku beri nama saja? eh maksudku agar aku bisa memanggil mu... bagaiamana dengan.... Altair, nama mu Altair D. Aquila" ravine memberikan nya nama sesuai seleranya.
"Altair D. Aquila...?" dia berpikir sejenak dan akhrnya mengangguk menyetujuinya.
"baiklah Altair, mari ikut kerumah ku, sepertinya kau lapar" Ravine mengajak masuk ke rumahnya.


Rumah yang sederhana, dengan 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi serta gudang yang tidak terpakai lagi. di sana terdapat seorang gadis yang kelihatannya lebih muda sedikit darinya.

gadis itu tersenyum padanya dan menyapa "hai... kudengar dari kaka katanya kamu kehilangan ingatan dan tidak tau bagaiman bisa ada di halaman rumah ya?". Altair merasa bingung karena tidak ada yang menceritakan kondisinya terhadap gadis ini tapi dia sudah tau apa yang terjadi padanya sebelum itu.
rasa penasaran Altair di ketahui oleh ravine dan akhirnya dia menjelaskannya.
"dia adik perempuan ku, Ayako, dia dan aku bisa berkomunikasi dari jarak jauh dengan menggunakan telepathy"
telepathy, kemampuan berkomunikasi langsung kedalam pikiran seseorang dengan mengirim gelombang pikiran ke dalam otak si target.

"tidak mungkin.... aku tidak percaya kalian bisa telepathy" Altair menyangkal pernyataan temannya itu, ia mengira telepathy hanya bisa di lakukan orang-orang seperti dia. orang-orang seperti dia? tapi dia bahkan tidak tau siapa dirinya, dia hanya merasa bahwa telepathy adalah suatu hal yang sudah tidak asing lagi baginya.
"kami mendapatkan kekuatan telepathy ini ketika orang tua kami meninggal dunia, aku harus melindungi Aya jadi kami harus selalu bisa berkomunikasi".
"sejak ayah dan ibu meninggal.. aku shock berat, dan sepertinya hubungan erat dengan kakaku membuat ku mendapatkan kemampuan mengirim gelombang otak ke kakak, tentu saja itu hasil dari shock ku juga" Aya menambahkan penjelasan kakaknya.
"baiklah... ini sudah malam, sudah saatnya tidur, Al, kau tidur di kamar itu denganku, Aya, tidak apa-apa kan tidur sendiri?" Ravine terlihat perhatian terhadap adiknya. "iya kak" menyanggupinya.

--

benci.
Rasa benci.
"tidaakkkkk.....!!"
Rasa benci yang membara.
"******!! apa yang kau lakukan?!"
Rasa bersalah yang menusuk.

di tengah-tengah mayat yang begitu banyak Ia melihat sosok seseorang yang tersenyum kepadanya.
ini mimpi.
ini mimpi.

Ia terbangun dari tidurnya, dan dia merasakan ada seseorang disampimg nya, "eh... sudah bangun ya? padahal tadinya baru mau ku bangunkan" ternyata yang ada sampingnya adalah Ayako, gadis itu duduk disamping dengan membawakan semangkuk bubur untuk sarapan pagi
"bagaimana perasaan mu? apa kau merasa homesick? ini kan bukan rumah mu" Aya menanyakan kondisinya sambil menaruh bubur itu di meja. "aku baik-baik saja, dimana Ravine?" Ia tidak melihat Ravine dimanapun.
"kakak sudah pergi, dia harus berjualan, kakak adalah seorang pedaganng ia punya cita-cita ingin menjadi pedangang yang berkiling dunia.. ahahah" sepertinya Aya menganggap cita-cita kakaknya seperti main-main saja.
"Aya, antarkan aku ke sana, aku ingin membantu Ravine" akhirnya mereka pergi ke pasar dan bertemu dengan Ravine, disana ia melihat Ravine sedang berbicara dengan seseorang yang kelihatannya memaksa.

                                                                       NEXT CHAPTER
READ MORE - Stellars vol.1 part 1